Senin, 23 Juni 2008

Matahari

Matahari terlahir dengan nama Margaretha Geertruida pada 7 Agustus 1876 di Leeuwarden Belanda.
Sebagai anak kedua dari Adam Zelle dan istrinya Antje van der Meulen (keturunan Indonesia-Belanda) dan putri semata wayang dari empat anaknya Zelle yang semuanya laki-laki. Ayahnya seeorang pedagang yang berhasil. Margaretha Geertruida (Mata-Hari), semasa remaja hidupnya biasa dilayani oleh para pembantu dan hidup penuh kecukupan dan kemewahan. Biasa dipanggil dengan nama kecilnya, M'greet. Ayahnya yang biasa memanjakan dirinya, biasa memanggilnya sebagai "sebatang anggrek di antara mangkuk-mangkuk." english ]

Yang pasti, ia menikmati masa kanak-kanaknya. Namun ketika ia berusia 13 tahun, bisnis ayahnya bangkrut dan membuatnya menganggur di rumah. Ditambah lagi, dua tahun kemudian, ibunya meninggal.

Kemudian ia dititipkan untuk tinggal dengan kerabat keluarganya, dan ia mulai mengikuti pendidikan guru. Namun gagal, karena kecerobohannya terlibat affair dengan kepala sekolah. Kemudian, pada usia 18 tahun, ia mencoba merubah nasibnya dengan mengirim surat atas sebuah iklan yang di pasang di sebuah surat kabar, seorang tentara yang sedang mencari jodoh. Maka, ia bertemu seorang pria berusia 38-tahun, Kapten Rudolph MacLeod, seorang Belanda keturunan Skotlan, dan pada 11 Juli 1895, mereka menikah.

Hidupnya akhirnya berubah juga, mereka memperoleh dua orang anak, seorang bayi laki-laki yang lahir pada 30 January 1897di Netherland diberi nama Norman. Sebungkah kegembiraan ini memberikan kebahagiaan bagi mereka berdua dan apalagi MacLeods kini selalu mendampingi, meskipun agak mengalami krisis keuangan karena pengeluaran untuk biaya pernikahan, dan bulan madu, serta biaya melahirkan pula. Seperti diungkapkannya di kemudian hari, di saat perceraiannya, Margaretha menjerit dengan pedih dan menuding bahwa saat Margaretha tengah melahirkan, John malah berhubungan sex dengan perempuan pribumi di ruangan lain rumah mereka itu. Lima bulan setelah kelahiran bayinya, akhirnya mereka memutuskan pindah ke Jawa Timur. Margaretha agak terhibur dengan perjalanan ini. Ia menginjak usia 20 tahun sementara John memasuki usia 41 tahun. Setelah pindah ke Jawa Timur, lahirlah putrinya Jeanne-Louise pada 2 May 1898 di pulau Jawa itu. Jeanne memiliki nama kecil ‘Non’, kependekan dari ‘Nona’, panggilan bagi wanita remaja. Namun, segala sesuatunya ternyata tak banyak berbeda bagi Margaretha. Hari-hari dilalui dengan banyak percekcokan dan pertikaian membuat situasi yang tak menyenangkan tetap berlanjut.

Kini secara perlahan hidup mulai berganti bagi Margaretha. Kini ia juga mulai jadi ibu, selain menjalankan peran sebagai seorang istri. Rudolph perlahan-lahan menyadari bagaimana resikonya menikahi seorang istri yang kelewat cantik serta masih muda belia. Rudolph seringkali mengalami banyak kejadian-kejadian kecil di jalan ketika para pria menggoda Margaretha, dan Rudolph, tak punya pilihan, mesti membela harga diri istrinya. Namun ketika keadaan berjalan di luar kendali iapun mulai menuduh Margaretha berselingkuh dengan lelaki lain. Ia sendiri terkadang masih bertingkah seperti Casanova, dan tak berubah banyak meski telah menikah. Kebiasaan lamanya masih tetap menempel seperti lem. Banyak teman-temannya menyaksikan sendiri bahwa ia masih sering bersikap terlalu kasar terhadap istrinya, bahkan terkadang dilakukannya di depan publik.

Tak lama, John ditugaskan di kota lain, di Medan. Margaretha diminta untuk menyusul kemudian, sementara ia menyiapkan tempat untuk tinggal di Medan itu. Margaretha, terpaksa menempati rumah Van Rheedes. Van Rheedes bekerja sebagai chief accountant untuk Pasukan Belanda wilayah Indonesia Timur. Inilah masa-masa dimana Margaretha mulai bisa melakukan apa yang ia sukai. Ia lalu mencoba mengenakan ‘Sarung’ dan ‘Kebaya’, di Eropa semacam rok dan blus. Ia juga mencoba pakaian lain, seperti baju strip, serta korset. Ia menyukai fashion. Perhatiannya yang sungguh-sungguh membawanya ikut suatu pergelaran sendratari Jawa, dan itu terus berlanjut hari demi hari. Perlahan-lahan ia juga tertarik mendalami sejarah, bahasa dan budaya Indonesia, pelan-pelan sambil sembunyi-sembunyi ia belajar bahasa Melayu, meskipun ia tak bisa bicara secara lancar tapi sehari-harinya ia bisa mempraktikkannya dalam berbagai kesempatan berinteraksi.

Waktu terus berlalu dan pengetahuannya juga bertambah. Seringkali di pesta-pesta yang diselenggarakan, ketika para tentara dan istrinya disuguhi pagelaran tarian lokal, Margaretha ikut pula menari sambil menghibur diri, ia pun tak risih untuk menyenangkan mata mereka yang memandangnya. Kepada sahabatnya, pada 1897, Margaretha menulis bahwa ia sempat diminta menari oleh para staf pegawai pemerintah Belanda di Jawa Timur, ia menngatakan bahwa ia memakai nama ‘Mata Hari’, yang diambil dari bahasa Melayu. Yang menarik adalah, bahwa Margaretha juga tertarik mendalami mitologi Hindu dan selalu berusaha menemukan orang yang bisa menterjemahkan berbagai kisah sendratari baginya. Rasa ketertarikannya ini membuat ia semakin melekatkan dirinya pada kepercayaan Hindu. Pada kesempatan ketika ia sedang sendiri di kamarnya, ia mempraktikkan tarian yang mampu menghipnotis, dan seringkali pula diiringi oleh suara musik orkestra yang berasal dari imaginasinya. Kini, seluruh jiwa raganya terpaut kepada tarian, dan mitologi Hindu, Margaretha seringkali merasa bahwa ia seperti seorang ‘Apsara’, atau seorang wanita Penari dari Kayangan, yang akan memperoleh kebahagiaannya hanya ketika ia menari bagi para Dewa.

Sementara John, repot dengan hidupnya di Medan, ia pun tak mampu mengirimkan uang bagi istri dan anaknya. Margaretha tak mendapatkan bantuan finansial dari suaminya. Ia sangat merasa malu. Di satu sisi, John biasa menulis kepada sahabatnya, secara panjang lebar, komplain bahwa Margaretha tak memiliki sifat keibuan. Ia menulis secara detail bahwa ia seharusnya bisa bersih-bersih sendiri dan merapikan rumah, ia bahkan menceritakan kepada istri komandan Garrison, untung saja ia bisa memahami bagaimana repotnya jadi ibu dengan dua anak.

Baru saja sebulan Margaretha tinggal di Medan, datang bencana, pada 25 June 1899, Norman anaknya yang berusia dua setengah tahun meninggal diracun makanannya, tapi anak perempuannya selamat karena kebetulan makannya tak banyak. Hasil investigasi membuktikan bahwa racun ditemukan pada saus yang terdapat dari nasi yang disantapnya. Tersebar isu, penyebabnya adalah, karena John memukuli seorang tentara pribumi, kebetulan tentara ini memiliki hubungan cinta dengan wanita pengasuh anak-anaknya. Si pengasuh, menjadi alat balas dendam kekasihnya yang dipukuli itu, dengan meracuni anak-anaknya. Dan si pengasuh itu menjadi tertuduh utama pembunuhan tersebut. Namun ia tak pernah ditahan atas tuduhan itu karena tak pernah dapat dibuktikan. Untuk itu, John menyalahkan Margaretha karena kurang memperhatikan anak-anaknya sehingga menyebabkan kejadian itu. John kembali dipindah-tugaskan ke pulau Jawa ke sebuah desa, Banyu-Biru. Akhirnya, setelah merenungkan berbagai peristiwa, disamping merasa kehidupan mereka sudah tidak indah lagi, keduanya memutuskan bercerai secara resmi.

Hidup terus berlanjut, Margaretha tak dapat melupakan masa-masa di Holland. Dia berulangkali minta kembali ke Holland, dan akhirnya setelah perjuangan yang panjang keinginannya dikabulkan dan pada Maret 1902, mereka berlayar menuju ke Amsterdam. Ia berpikir paling tidak mereka tidak akan terlalu terpisah bila sama-sama berada di kampung halamannya. John dan Margaretha letih dengan hidup mereka di tanah Jawa, dan banyak menyimpan kenangan sedih di sana. Meski telah sampai di Holland, pasangan itu tetap saja sering cekcok. Hingga suatu hari, ketika Margaretha pulang ke rumah, ia terguncang menyaksikan apartemennya kosong, dan John telah minggat bersama puteri mereka yang berusia empat tahun. Margaretha, berusaha mencari mereka, namun sia-sia, perpisahan telah menimpanya dengan begitu brutal. Bagaimanapun, ia memperjuangkan puterinya dan berusaha memenuhi kebutuhannya meskipun tak berhasil.

John dengan kasarnya memasang iklan di surat kabar Amsterdam: “Saya minta anda semua, siapa saja tidak membantu atau memberi apapun kepada istriku yang aneh Margaretha MacLeod-Zelle.” Dia juga menyebarkan perkataan bahwa Margaretha lah yang meninggalkan dirinya. Margaretha mencoba mencari pekerjaan tapi tak berhasil. Tak mampu untuk memberi makan atau pakaian untuk Non, dengan lunglai Margaretha mengembalikan puterinya kepada John.

Margaretha kini benar-benar sendiri. Ia tersingkir dan tak beruang, tak memiliki skill apapun untuk bekerja, maka tak ada lagi masa depan bagi wanita 27-tahun ini. Ia teringat, di Jawa ia sempat membaca koran Belanda yang menawarkan kehidupan yang mudah di Paris, pusat budaya dan seni. Banyak penulis yang menulis berbagai keberhasilan tentang seni dan talenta, dan mereka semua amat dihargai di sana. Masih melekat dalam ingatannya pada sebuah foto sebuah tempat yang tak pernah ia tahu dan belum pernah ia lihat sebelumnya, tapi ia yakin bahwa mungkin ia memiliki masa depan di sana, akhirnya ia memutuskan pergi ke Paris dan mencoba peruntungannya di sana.

Ia pindah ke Paris, di mana ia bekerja sebagai pemain sirkus, dengan nama 'Lady MacLeod'. Berjuang memperoleh kehidupan, ia juga menjadi model pelukis potret Antonio de La Gandara.

Sejak 1905, ia terkenal sebagai penari eksotik bergaya Oriental. Sejak itulah ia menggunakan nama panggung Mata Hari, yang diambil dari bahasa Indonesia. Ia berperan, sebagai puteri dari tanah Jawa anak pendeta kelahiran India, mengaku hidupnya telah ditakdirkan bagi seni tari suci India sejak kecil. Meskipun alasan-alasan itu hanya karangannya, namun penampilannya memberikan kesuksesan baginya karena tariannya yang erotik itu dihargai bahkan memberikan status terhormat, mendobrak aliran yang ada, dan menjadi sebuah gaya hiburan yang membuat Paris dikenal ke seluruh dunia.

Mata Hari menjadi sosok yang berhasil dan memiliki banyak hubungan dengan tokoh-tokoh militer, politisi dan berbagai tokoh berpengaruh dari berbagai negara, termasuk Perancis dan Jerman.

Mata Hari, sang agen ganda
Selama Perang Dunia I, Belanda berada pada posisi netral dan, sebagai orang Belanda, Margaretha Zelle dapat melintasi batas-batas kebangsaan. Untuk menghindari medan perang, ia harus melakukan perjalanan antara Perancis dan Belanda melalui Spanyol dan Inggris, dan tanpa terhindari gerakannya tentu akan mengundang perhatian dan curiga. Pada suatu kesempatan, saat diinterview oleh agen intelijen Inggris, ia mendaftar menjadi agen intelijen Perancis, meskipun kemudian tak ia tuliskan dalam biografinya.

Pada January 1917, atase militer Jerman di Madrid mengirimkan pesan radio ke Berlin menjelaskan tentang agen mata-mata Jerman yang dapat membantu, yang memiliki kode-panggilan H-21. Agen intelijen Perancis menyadap pesan itu dan, dari informasi yang mereka sadap itu, dikenali bahwa H-21 adalah Mata Hari. Sudah tentu, bahwa pesan yang dikirim oleh intelijen Jerman itu telah di tangkap oleh pihak Perancis, sebagian sejarawan menyebutkan bahwa dari pesan itu terungkap bahwa, pada saat Mata Hari bekerja untuk Perancis, rekan Perancis yang membayarnya mengidentifikasinya sebagai seorang agen ganda. Pada 13 February 1917, ia ditangkap di kamar hotelnya di Paris. Pada saat ia ditahan, Perancis tengah mengalami banyak kekalahan dalam peperangan. Ribuan tentaranya banyak yang mati, dan membutuhkan sesuatu untuk menjadi kambing hitam. Maka wanita Belanda yang tengah naik daun ini cocok untuk menjadi alasan. Ketenaran Mata Hari menjadi taruhan, ia dituduh sebagai mata-mata yang menyebabkan puluhan ribu tentara tewas. Meskipun merupakan spekulasi dan tak ada bukti nyata, tak terelakan ia dianggap bersalah dan dieksekusi di hadapan regu tembak pada 15 Oktober 1917, pada usia 41.

Dengan alasan demi keamanan negara, bukti-bukti dirahasiakan dan hingga kini, berkas-berkas tuntutannya tetap tertutup. Segala apa saja yang menjadi aktivitas Mata Hari di masa perang itu—yang diungkap melalui berkas-berkas pembuktian arsip lain, begitu rancu—para sejarawan tak menemukan apapun untuk membuktikan--apakah Mata Hari memberikan suatu informasi yang berarti kepada pihak lain, atau tidak. Sepertinya ia memang menerima pembayaran dari kedua pihak meski tak berhasil memuaskan para pembayarnya. Tentu saja, tuduhan yang ditimpakan saat perang tidak berpihak kepada Perancis, maka paling mudah bagi para oknum pemerintah Perancis adalah menyalahkan kegagalan perangnya kepada mata-mata yang berkhianat. Tuduhan bagi Mata Hari tersebut kemudian ternyata menjadi contoh bergengsi pula bagi publik perihal kemampuan counter-espionage Perancis.

Maka tersebarlah rumor bahwa seorang mantan penari erotis dieksekusi sebagai mata-mata. Dikisahkan bahwa ia sempat meniupkan ciuman jauh (blowing kiss) kepada para eksekutornya, seolah ia tujukan kepada pengacaranya—yang juga jadi pacarnya—konon ikut menyaksikan acara eksekusi tersebut. Rumor lain menyebutkan bahwa ia, sempat mengacaukan konsentrasi para eksekutornya, dengan membuka mantelnya dan memamerkan tubuh telanjangnya.

Rumor ke tiga menyebutkan bahwa Mata Hari menghadapi eksekusi dengan cara tidak sebagaimana layaknya, ia menolak ditutup matanya– ini dimaksudkan agar pasukan penembaknya ngawur saat melakukan eksekusi. Singkatnya, semua cerita itu diduga mengikuti plot cerita opera Puccini jaman itu, Tosca.

Menjadi legenda dan ikon budaya pop
Secara alamiah, maka terciptalah gambaran tokoh populer –tertembak matinya seorang penari erotis yang bekerja sebagai agen ganda yang berbahaya, dan menggunakan kemampuan sexualnya untuk mengorek rahasia militer dari para agen musuh yang dijadikan kekasihnya. Imej ini menjadikan Mata Hari sebagai ikon tokoh wanita berbahaya sepanjang masa.

Popularitas itupun kemudian diabadikan dalam bentuk film berjudul "Mata Hari", yang diluncurkan pada 1931 dan dibintangi Greta Garbo sebagai pemerannya. Alih-alih didasari oleh kisah nyata kehidupan Margaretha Zelle, kisah cerita itu malah lebih banyak fiksinya, demi memenuhi selera fantasi penonton agar seolah ceritanya berdasarkan fakta sejarah. Secara luar biasa kisah ini berhasil menjadi hiburan, karakter dalam kisah roman ini terus menginspirasi para penulis cerita dari generasi ke generasi.

Tentunya, kisah Mata Hari juga tersebar dalam berbagai versi film, serial televisi, serial animasi, dan serial video games seperti misalnya Read or Die, bahkan pada video games —setahap demi setahap, nama samaran dari Margaretha Zelle ini dibuat semakin mendekati karakter aslinya.

Banyak buku yang telah ditulis tentang Mata Hari; beberapa diantaranya mengklaim sebagai catatan sejarah bahkan beberapa diantaranya berupa biografi, namun kebanyakan diantaranya masih berupa rekaan.

Begitulah akhir sebuah drama. Pada 15 Oktober 1917, Mata Hari menolak diikat dan ditutup matanya, malah memberikan tiupan cium (blew a kiss) kepada regu penembak sesaat sebelum mereka menarik pelatuk. Rumor menyebutkan salah seorang penembak terpengaruh dan mengakibatkan sebuah tembakan ngawur! Apakah ia seorang mata-mata Jerman atau Peranciskah? Demikian legenda seorang mata-mata wanita yang amat terkenal yang pernah ada.


Pengaruh Legenda Matahari pada beberapa produk budaya pop
- Pada tahun 1967 James Bond berjudul Casino Royale, cerita fiksi tentang tokoh Mata Bond yang dikisahkan sebagai puteri Mata Hari dengan James Bond. Ia juga berperan sebagai seorang penari seperti ibunya, namun bukan seorang mata-mata berbahaya.

- Mata Hari juga menjadi kisah serial televisi, Charmed. Dimana karakter Phoebe dibuat mirip seperti Mata Hari.

- Mata Hari juga adalah tokoh mata-mata dari serial vidoe games the Shadow Hearts, dengan nama aliasnya yang agak di-Inggriskan menjadi Margarete Gertrude Zelle.

- Dalam serial Indiana Jones, sebagaimana dikisahkan dalam novelnya bahwa pada masa remajanya Indiana kehilangan keperjakaannya oleh Mata Hari.

- Serial Indiana Jones pada episode Demons of Deception, Indiana Jones muda yang masih berusia 22 tahun bertemu dan jatuh cinta dengan Mata Hari di Paris saat cuti dari wajib militernya.

- Mata Hari juga disebut dalan lagu Madonna "Like It or Not" dari album Confessions On A Dance Floor. "Cleopatra had her way, Mata Hari too. Whether they were good or bad, is strictly up to you. Begitu juga lagunya yang berjudul "Shake Your Bon Bon", yang dinyanyikan oleh penyanyi Latin, Ricky Martin.



Selasa, 17 Juni 2008

Eleanor Aquitaine


Eleanor Aquitaine (1122-1204) Ratu Perancis dan juga Ratu Inggris, adalah kekuatan di belakang beberapa singgasana. la mempengaruhi pemerintahan empat orang raja, dua orang di antaranya suaminya, dan dua orang lagi putranya. Duchess cantik yang memerintah daerah Aquitaine ini tidak pernah menemukan kebahagiaan pada akhirnya, tetapi dalam sejarah ia menjadi seorang politikus wanita dalarn arti yang sebenarnya. english ]

Dilahirkan pada tahun 1122 di duchy Aquitaine yang makmur, yang sekarang disebut Perancis Selatan, Eleanor adalah putri Duke William. Waktu ia dilahirkan, Perancis terbagi bagi atas beberapa duchy (semacam negara bagian yang merdeka). Setiap duchy diperintah oleh seorang duke atau duchess, yang masing masing mempunyai kelonggaran kesetiaan kepada Raja Perancis. Salah satu duchy yang terluas dan terkuat di antara semuanya itu adalah Aquitaine, yang dalam beberapa hal lebih penting dari negara Perancis itu sendiri.

Sejak masih anak anak pun Eleanor Aquitaine lebih ter¬tarik pada masalah masalah politik dan militer daripada terhadap hal hal yang disebut "pekerjaan wanita". Berbadan langsing,dan lemah gemulai, ia unggul dalam hal naik kuda dan panahan. Duke William bisa jadi menyesal karena tidak mempunyai putra laki laki, tetapi sementara Eleanor tumbuh berangkat dewasa, ia bersukur atas keberuntungannya yang baik dengan mempunyai seorang gadis seperti itu. Setelah ibunya meninggal dunia, Eleanor menjalin hubungannya yang lebih erat dengan ayahnya. la sering sekali turut bersama ayahnya mengadakan kunjungan muhibah ke seluruh daerah Aquitaine; dengan cermat memperhatikan bagaimana cara ayahnya berurusan dengan rakyat. Eleanor sangat populer di kalangan rakyat Aquitaine. Karena itu, ketika Duke William meninggal dunia pada tahun 1137, rakyatnya sudah siap menerima Eleanor sebagai pengganti ayahnya, menjadi duchess yang mengepalai daerah itu.

Sesungguhnya ada masalah serius pada waktu Duke William meninggal dunia. Eleanor bercinta cintaan dengan seorang satria tampan yang bernama Richard, tetapi statusnya dipandang terlalu. rendah baginya untuk menjadi suami seorang duchess. Duke William telah merasa risau akan hubungan Eleanor dengan Richard, namun ia tidak berbuat apa-apa untuk mengakhirinya. Tetapi setelah Duke William meninggal dunia, beberapa orang anggota dewan yang berkuasa memutuskan bahwa Eleanor tidak boleh diberikan kepada seorang yang hanya berderajat satria belaka. Cantik, kaya, dan secara politis amat penting, ia merupakan rahmat yang harus diselamatkan bagi peminang yang tertinggi.

Cinta Eleanor kepada Richard akhirnya dibunuh. Ada kisah yang menceritakan bahwa Richard dibunuh tepat di depan mata Eleanor yang ketakutan pada suatu malam ketika mereka berdua berusaha bertemu secara rahasia. Bagaimanapun juga, Richard telah lenyap. Tidak berapa lama kemudian, Eleanor yang baru berusia lima belas tahun itu menikah dengan Pangeran Louis, ahli waris mahkota Perancis. Secara politis, sekurang kurangnya pemikahan itu merupakan langkah cemerlang. Dengan menyatukan duchy Aquitaine yang makmur dan luas ke dalam kekuasaan mahkota Perancis, hal itu berarti mengimbangi tanah milik Duke Normandia, Geoffrey Plantagenet. (Normandia juga seperti Aquitaine, merupakan salah satu duchy yang terkuat di Eropa Barat, dan Plantagenet yang suka berperang itu selalu mencari tanah agar lebih luas lagi).

Beberapa hari setelah Eleanor menikah dengan Pangeran Louis, dinobatkanlah Pangeran Louis yang berumur delapan belas tahun itu menjadi Raja Perancis dengan gelar Louis VII. (Ayahnya, Raja Louis VI, telah meninggal dunia setelah memerintah Perancis selama tiga puluh tahun). Adapun Louis muda belia ini, pemalu, pendiam, dan alim berlebihan. la seorang yang cerdas, tetapi ia hampir sepenuhnya dikuasai oleh dua orang pendeta yang berpengaruh, yang bernama Odo dan Bernard.

Eleanor, sebagai ratu mendapatkan istana Perancis di Paris dalam. keadaan pudar dan suram. Teman terdekatnya di sana seorang perwara yang bernama Amaria. Bila diberi kesempatan niscaya telah berkali kali Ratu Eleanor, dengan pengetahuan politik Aquitaine nya, dapat menolong Louis memerintah daerah yang baru. diperolehnya. Tetapi para penasihat raja tidak memperbolehkan Eleanor turut serta dalam masalah masalah politik, karena mereka merasa bahwa Eleanor mempunyai pengaruh buruk kepada suaminya. Di mata mereka, sang Ratu adalah wanita pencari kesenangan duniawi yang moralnya diragukan.

Louis VII juga barangkali mencintai sekali permaisurinya yang cantik jelita, wajar sebagai seorang laki laki menurut kodratnya. Tetapi dia seorang laki laki yang dingin, tidak romantis, dan tidak mementingkan hal hal duniawi. Sedangkan Eleanor, seorang wanita yang penuh gairah dalam masa remaja belia, merasa tertipu dalam pernikahannya. "Kukira aku telah menikah dengan seorang raja," katanya pada suatu ketika, "tapi ternyata aku telah menikah dengan seorang rahib!" Karena hanya memperoleh perhatian kecil dari suaminya, setiap hari berjam jam Eleanor menghabiskan waktunya dengan memperbincangkan angan angannya bersama perwaranya, Amaria, tentang cinta asmara dan para satria yang berpakaian besi berkilau kilauan. Sang Ratu sering mengejek istana Perancis karena kaku dan formal, dan dia hanya memakai waktu sedikit saja untuk mengisinya dengan musik, senda gurau dan nyanyian nyanyian romantis para penyair pujaan. Raja Louis tidak menyetujui kebiasaan permaisurinya, tapi dia membiarkannya saja.

Ratu Eleanor seorang wanita yang cerdas, berpendidikan, dan telah menyelami hampir semua sekolah di Paris sekaligus. Di kota ini, grup grup kecil para. sarjana dari seluruh Eropa mempelajari teologi, filsafat, dan hukum kenegaraan dengan tokoh tokohnya. Para wanita diperbolehkan mendengarkan ceramah ceramah dan perdebatan perdebatan, tapi dilarang turut serta bersama mereka. Hal ini mengecewakan Eleanor yang suka bicara terang terangan, dan bilamanapun ia mengikuti pelajaran di sekolah sekolah, ia harus menggigit lidahnya agar tidak berbicara.

baca selengkapnya >



Minggu, 08 Juni 2008

Goethe


Penyair, dramawan, novelis, sekaligus cendikiawan asal Jerman, Johann Wolfgang von Goethe (1749 1832), menjelajahi berbagai bidang kreatifitas, dan menempati posisi teratas sastrawan Jerman. Kejeniusan karya sastranya diakui secara universal. english ]

Multi talenta yang dimiliki Johann Wolfgang von Goethe menunjukkan kebesaran pemikiran dan kepribadiannya. Napoleon terkesan terhadap Goethe, setelah pertemuan mereka di Erfurt ketika ia berujar: "Voila un homme!" (Ini dia anak muda!)—karena terkesan atas kejeniusan Goethe. Goethe tidak hanya bisa disejajarkan dengan Homer, Dante Alighieri, ataupun William Shakespeare atas kreativitasnya, tapi juga segala hal mengenai hidupnya --panjang umur, kaya-raya, serta kepribadiannya yang tenang dan optimistis—- aura kebesarannya mungkin melebihi karyanya, Faust, sebuah karya kebanggaan Jerman.

Goethe dilahirkan di Frankfurt pada 28 Agustus 1749. Anak tertua dari pasanagan Johann Kaspar Goethe dan Katharina Elisabeth Textor Goethe. Ayah Goethe, asal Thuringian, belajar Hukum di the University of Leipzig. Meskipun ia tak berkarir sesuai ilmunya, namun pada 1742 ia dapat mencapai posisi sebagai kaiserlicher Rat (semacam penasehat pemerintah), yang pada 1748 menikahi putri saudagar Frankfurt. Dari semua anaknya yang lahir, orang tua Goethe hanya mendapati Johann dan saudara perempuannya Cornelia saja yang hidup sampai dewasa. Saudara perempuannya Goethe dinikahi oleh sahabat karib Goethe, J. G. Schlosser pada 1773. Tampaknya, bakat kreativitas dan kepekaan imajinasi Goethe diwarisi dari ibunya, sedangkan pembawaannya yang tenang dan teguh diwarisi dari ayahnya.

Goethe menjalani masa kecilnya dalam bahagia, rumah orang tuanya yang besar terletak di Grosse Hirschgraben di kota Frankfurt, seperti disebut dalam autobiografinya Dichtung und Wahrheit. Ia dan saudara perempuannya Cornelia memperoleh pendidikannya secara private di rumah, dibawah bimbingan guru yang disewa. Buku-buku, senirupa, dan seni teater yang melimpah di sekeliling lingkungannya tampaknya banyak mengasah imajinasi dan daya intelektual Goethe kecil dengan cepat.

Semasa Perang Tujuh Tahun Perancis menduduki Frankfurt. Dan serombongan teater Perancis masuk di kota itu, dan Goethe, karena kakeknya seorang yang berpengaruh, menyebabkannya memiliki akses gratis untuk dapat menonton pementasan-pementasan teater itu. Ia banyak menimba pengetahuannya tentang Perancis melalui pementasan-pementasan tersebut serta pergaulannya dengan para aktornya. Sementara itu, bakat sastranya mulai terbentuk lewat puisi-puisi relijiusnya, novel, dan kisah-kisah kepahlawanan yang dibuatnya.

Pada Oktober 1765 Goethe—yang berusia 16 tahun—bertolak ke Frankfurt untuk kuliah di the University of Leipzig. Ia tinggal di Leipzig sampai 1768, melanjutkan kuliah hukumnya. Pada saat yang sama ia juga mengambil mata kuliah seni rupa dari A. F. Oeser, direktur jurusan seni rupa the Leipzig Academy. Seni selalu menarik minat Goethe sepanjang hidupnya.

Selama tahun-tahunnya di Leipzig, Goethe mulai menulis syair-syair ringan beraliran Anacreontic. Banyak karyanya di tahun-tahun itu diinspirasi oleh rasa cintanya kepada Anna Katharina Schonkopf, puteri penjual wine di restaurant ia biasa makan malam. Dialah yang tampil sebagai "Annette" pada setiap karyanya sepanjang tahun 1895 itu.

Pembengkakan pada nadi di salah satu paru-parunya memaksa Goethe mengakhiri pelajarannya di Leipzig. Dari tahun 1768 hingga musim semi 1770 Goethe berbaring di rumah, pelajarannya di Leipzig terpaksa berlanjut di rumah.

Itulah periode dimana ia banyak melakukan intropeksi dengan serius. Penjelajahannya pada syair-syair beraliran acreontic dan rococo yang dimulainya sejak di Leipzig segera berlalu sejalan dengan pesatnya pencapaian puncak karya seninya.

read on ->


Senin, 02 Juni 2008

Elijah Muhammad


Elijah Muhammad (1897 1975) adalah pimpinan kelompok the Nation of Islam (yang juga popular dengan sebutan "Black Muslims") pada masa perkembangan mereka yang pesat di Amerika pada pertengahan abad ke-20. Ia juga seorang pengacara independen terkemuka, pemimpin pengelola bisnis yang didukung kelompok kulit hitam, pemimpin berbagai yayasan, dan organisasi keagamaan. [ english ]

Elijah Muhammad terlahir sebagai Elijah (atau Robert) Poole pada 7 October 1897, di Sandersville, Georgia. Orang tuanya adalah buruh kasar yang bekerja sebagai petani penggarap di perkebunan kapas; dan ayahnya seorang pendeta Kristen Baptis. Sebagaimana remaja lainnya di kampung itu, Elijah bekerja di ladang terkadang ikut bekerja membangun rel kereta api. Ia pergi meninggalkan rumah pada usia 16 tahun dan berkelana bersama rombongan para pekerja kasar. Ia kemudian menetap di Detroit tahun 1923, bekerja sebagai buruh di pabrik mobil Chevrolet.

Poole dan kedua saudaranya adalah pengikut pertama dari W.D. Fard, pendiri the Nation of Islam. Fard, berlatar belakang misterius, datang ke Detroit pada 1930, sebagai penjual barang-barang sutera sambil menyampaikan ajarannya kepada para langganannya kaum kulit hitam Detroit dan bercerita tentang negeri “asli" leluhur mereka di seberang lautan. Kemudian Fard juga mulai menyelenggarakan berbagai pertemuan di rumahnya, dan terkadang menyewa hall (aula), ia menyampaikan kepada pendengarnya tentang leluhur kulit hitam mereka yang memiliki kemuliaan dan martabat yang berada di benua lain. Ia mengajak mereka untuk mengikuti jejak saudara-saudaranya itu dengan cara hidup, cara makan, dan cara berpakaian. Fard mengatakan bahwa Islam adalah agama yang benar bagi mereka, kulit hitam Amerika, sedangkan Kristen adalah agama kulit putih. Pidatonya banyak membokar kejelekan-kejelekan bangsa kulit putih. Setelah itu Fard mengumumkan meresmikan the Temple of Islam, sebuah masjid. Organisasi yang banyak diwarnai rasa anti kulit putih ini menerapkan bentuk-bentuk ortodoksi Islam, serta menganjurkan kemandirian bangsa kulit hitam Amerika, termasuk juga di bidang pendidikan.

Tak lama berelang, Fard menghilang secara misterius --sebagaimana kemunculannya-- di musim panas tahun 1934. Gerakan organisasi yang didanainya ini segera berkembang dan menyebar menjadi bercabang-cabang, dan salah satu yang terpenting adalah yang dipimpin oleh Poole, orang yang pernah menjadi tangan kanan Fard, nama yang sepanjang sepak terjangnya lebih dikenal sebagai Elijah Muhammad. Gerakan kelompok ini memiliki kebijakan mengharuskan anggotanya melepaskan nama yang mencirikan "kebudakan" mereka.

Dengan menetap di Chicago, terpisah dari kelompok Muslim cabang Detroit, Elijah Muhammad mendirikan markas gerakan yang kemudian menjadi pusat pergerakan terpenting. Di Chicago ia bukan cuma mendirikan masjid (yang mereka sebut The Temple of Islam), tetapi juga sebuah surat kabar, Muhammad Speaks, juga Universitas Islam (yang sesungguhnya hanya memberi kurikulum untuk tingkat sekolah dasar sampai dengan tingkat lanjutan atas), serta membangun gedung-gedung apartemen yang dimiliki oleh yayasan yang dipimpinnya, pusat-pusat perbelanjaan, dan banyak restauran. Masjid -masjid juga didirikan di kota-kota lainnya, banyak pula tanah-tanah pertanian serta peternakan yang dibeli sehingga mereka bisa menyediakan dan memproduksi makanan halal bagi para pengikut mereka. Kelompok ini dikenal memiliki cara hidup yang disiplin. Pengikutnya diharuskan mengikuti aturan yang ketat perihal apa yang boleh dimakan dan apa yang tidak (beberapa jenis makanan seperti daging babi atau anjing tak boleh dikonsumsi); merokok dan minuman keras juga dilarang; cara berpakaian dan berpenampilan harus sopan, bersih dan rapi; segala kebiasaan buruk (obat-bius, perhiasan atribut duniawi, berjudi, mendengarkan musik, serta segala dansa-dansi) semua dilarang.

Elijah Muhammad juga merubah teologi pergerakannya. Dalam sistem yang dibawa Fard --yang meng-klaim sebagai penjelmaan Tuhan di muka bumi-- Elijah Muhammad adalah seorang utusan, seorang nabi. Elijah Muhammad mengajarkan bahwa kaum kulit hitam adalah wujud ras manusia yang paling asli, namun kemudian seorang ilmuwan sinting bernama Yakub menciptakan serum pemutih melalui manipulasi genetika, sehingga berkembanglah ras putih. Disamping itu kaum kulit putih diberikan dispensasi hanya sementara saja untuk memerintah dunia. Kini telah tiba masanya periode itu segera berakhir, dan telah tiba waktunya bagi kulit hitam mengambil alih menggantikan mereka. Karena itu, tak heran bila akan terjadi pertempuran dahsyat sebelum transisi itu terjadi. Selain itu, Elijah Muhammad akan mengupayakan sebuah bangsa yang merdeka bagi keturunan kulit hitam Amerika.

Tahun 1942 Elijah Muhammad ditahan dengan tuduhan menjadi anggota kelompok militan kulit hitam Amerika yang melakukan penghasutan separatif, dan konspirasi menentang undang-undang. Ia dituduh menjadi simpatisan pasukan Jepang pada Perang Dunia II dan menghasut anggota kelompoknya untuk menolak undang-undang wajib militer. Dia juga, mengajarkan bahwa semua ras kulit berwarna hanya diperdayai oleh bangsa kulit putih, karena itu tidak masuk akal bagi golongan kulit hitam Amerika membantu kulit putih karena mereka yang juga menjadi korban dari rasialisme kulit putih sebagaimana yang mereka rasakan sendiri. Elijah Muhammad jelas bukan seorang pasifis, tapi ia menganjurkan bahwa perang yang wajib diikuti oleh ras kuli hitam Amerika hanyalah perang “Armageddon," di mana saat itut kaum kulit hitam akan mengambil alih hak superioritasnya. Atas hasutan dan aksinya itu Elijah Muhammad mendekam empat tahun, dari tahun 1942 sampai 1946, di penjara federal di Milan, Michigan.

Perlahan-lahan beberapa kelompok memisahkan diri dari kelompok Elijah. Pada awal 1960an, kharisma Elijah mulai tersaingi oleh Malcolm X, ketua masjid cabang New York. Ketegangan antara Malcolm X dan kepemimpinan Elijah Muhammad semakin berkembang; sampai suatu ketika, saat Malcolm X mengomentari bahwa peristiwa pembunuhan John F. Kennedy sebagai apa yang disebutnya "ayam pulang ke penggorengan," maka Elijah mengasingkan Malcolm. Segera setelah itu, tahun 1964, Malcolm X mendirikan gerakan sendiri, dengan menerapkan bentuk Islam yang lebih ortodox. Akhirnya, Malcolm X dibunuh pada 21 February 1965.

Elijah Muhammad meninggal pada 25 February 1975. Semenjak kematiannya kepemimpinan gerakannya dilanjutkan oleh anaknya, Wallace (atau Warith) Deen Muhammad. Elijah junior menamakan gerakannya the World Community of Al-Islam in the West, kemudian berubah menjadi the American Muslim Mission; terkadang ia juga menyebut sebagai "Bilalians," merujuk kepada Bilal, seorang pengikut Nabi Muhammad yang berasal dari keturunan Afrika. Warith Muhammad melonggarkan tatacara berpakaian, serta meninggalkan pelarangan mengikuti wajib militer, juga menganjurkan anggotanya mengikuti pemilu dan menghormati bendera negara, bahkan membuka keanggotaan gerakannya bagi bangsa kulit putih. Secara umum, ia membuat kelompok gerakan pada aturan Islam yang lebih moderat.

Banyak anggota merasa tak nyaman dengan berbagai pembaruan tersebut, perubahan yang lebih moderat dan beralih kepada kelompok yang masih mempertahankan traditionalismenya. Yang paling penting adalah mereka tetap mempertahankan salah satu nama lama mereka, the Nation of Islam, yang dipimpin oleh Louis Farrakhan (terlahir sebagai Louis Eugene Walcott keturunan Indian-Inggris tahun 1934). Farrakhan pada dasarnya tetap mempertahankan tata-cara yang diterapkan Elijah Muhammad, diantaranya penerapan ketat terhadap cara hidup mereka. Ia meraih puncak popularitas ketika berhasil menjadi penasehat utama Jesse Jackson saat kampanye pencalonan presiden tahun 1984. Saat itu Farrakhan sempat menimbulkan kontroversi, khususnya atas laporannya terhadap ancaman pembunuhan terhadap Jesse Jackson yang mendapat kritikan dari kalangan Yahudi.

Pocahontas


Pocahontas (1595 1617) adalah puteri ketua suku asli Amerika di Virginia di masa penjajahan Inggris. Pernikahannya dengan seorang pendatang Inggris membawa masa damai antara suku asli Indian Amerika dengan pendatang Inggris selama 8 tahun. english ]

Nama asli Pocahontas adalah Matoaka. Semasa kecil, ia dijuluki dengan panggilan Pocahontas, yang berarti "pecanda," lalu keterusan dipanggil begitu. Ayahnya Powhatan, ketua himpunan suku-suku Algonquian.

Tahun 1607 para pendatang Inggris yang dikirim oleh firma Virginia Company membangun benteng Jamestown. Pocahontas sering berkunjung melihat-lihat ke benteng itu. Tahun 1608, menurut cerita yang masih diperdebatkan kebenarannya, ia menyelamatkan Capt. John Smith, yang ditawan oleh para ksatria Powhatan dan menghadapi hukuman mati. Maka, penyelamatan John Smith menjadi sekaligus penyelamatan koloni Jamestown.

Hubungan antara suku asli Amerikan dan para pendatang Inggris bagaimanapun tak terlalu bagus di wilayah Virginia. Tahun 1613, saat Pocahontas mengunjungi perkampungan suku Indian, Potomac, kapten Samuel Argall awak kapal Treasurer menyandera Pocahontas sebagai jaminan keamanan orang-orang Inggris yang ditawan suku Indian dan sebagai ganti peralatan mereka yang telah dicuri suku Indian. Ia dibawa ke benteng Jamestown dan dijadikan pelayan. Disitu ia diperlakukan dengan baik di kediaman gubernur Sir Thomas Dale, yang tersentuh dengan kebaikan dan kepintarannya. Ia kemudian memerintahkan Pocahontas dibaptis dan diberi nama Rebecca.

John Rolfe, seorang warga Jamestown, jatuh cinta kepad Pocahontas dan meminta persetujuan Dale untuk menikahinya. Dale sangat menyetujuinya karena akan menjadi tali persahabatan dengan suku Indian, meskipun konon Pocahontas telah menikah sebelumnya dengan seorang kepala suku Indian bernama Kocoum. Powhatan juga menerimanya, maka pernikahanpun dirayakan di benteng Jamestown pada bulan Juni 1614 di gereja Anglikan. Baik suku asli Amerika dan pendatang Inggris sama-sama menganggap hal ini merupakan perekat antara mereka, dan itu memberikan 8 tahun hubungan damai di Virginia.

Tahun 1616 perusahaan Virginia Company mengundang Pocahontas mengunjungi Inggris, dengan harapan itu akan membuat perusahaan dapat memberi rasa aman kepada para investor Inggrisnya terhadap investasinya di perusahaan tersebut. Maka Rolfe, Pocahontas, saudara tiri Pocahontas Tomocomo, dan beberapa wanita suku Indian berlayar ke Inggris. Pocahontas disambut layaknya seorang puteri, dijamu oleh bishop London, dan diundang oleh King James I dan Ratu Anne. Awal tahun 1617 Pocahontas dan rombongan bersiap-siap kembali ke Virginia, namun ketika sampai di Gravesend ia terjangkit sejenis malaria dan meninggal. Ia dimakamkan di gereja Gravesend. Anak semata wayangnya, Thomas Rolfe, di sekolahkan di Inggris, kemudian kembali ke Virginia untuk menyebarkan keturunannya dan menyandang nama Rolfe.

Philip


Philip (meninggal tahun 1676), kepala suku asli Amerika, yang memimpin sukunya, Wampanoag serta beberapa suku lainnya melawan pendudukan bangsa Inggris yang membentuk koloni New England di benua Amerika. english ]

Philip dilahirkan di pedesaan suku Indian Wampanoag di Mount Hope, Rhode Island. Ayahnya, Massassoit, adalah seorang sachem (ketua suku), mengajak dua putranya tinggal di sebuah wilayah pendudukan para pendatang Plymouth dan memberi mereka berdua nama-nama Inggris; anak tertua diberi nama Alexander, dan yang satunya Philip.

Alexander kemudian menjadi kepala suku Wampanoag setelah ayahnya wafat. Tahun 1661, pada suatu kesempatan Alexander tertangkap dan dibawa ke Plymouth Bay; dalam perjalanan menuju Plymouth ia sakit dan meninggal mendadak, sehingga menyebabkan para suku Indian Amerika menaruh curiga bahwa dia telah diracuni. Setahun kemudian Philip menjadi kepala suku.

Sebagai kepala suku, Philip memperbarui perjanjian yang telah dibuat ayahnya dengan para kolonial dan hidup berdampingan secara damai dengan mereka selama 9 tahun. Namun lama-lama Philip merasa sebal dengan kaum kulit putih karena pertumbuhan populasi mereka semakin mengkhawatirkan, ditambah kegagalan panen tambak ikan mereka, penyerobotan terhadap tanah sukunya. Penukaran barang-barang milik orang Inggris atau senjata dengan tanah, suku asli Amerika perlahan-lahan tersingkir ke wilayah pinggiran yang berupa rawa-rawa.

Keangkeran Philip's semakin meningkatkan ketetgangan di antara mereka. Ia mendeklarasikan bahwa dirinya sederajat dengan "saudara" Raja Charles II. Ia juga mulai merencanakan untuk menyerang para pendatang. Tahun 1671 ia diseret ke pengadilan Taunton, Massachusetts, dan dihadapkan dengan bukti-bukti rencana penyerangan yang akan dilakukannya, tapi kemudian ia dilepaskan setelah menandatangani pernyataan menyerah, membayar denda, dan menyerahkan sebagian pasukannya.

Perpecahan antara dua ras tersebut terjadi tahun 1675. Ketika mantan sekretaris Philip, Sassamon, dibunuh oleh orang-orang Wampanoag, yang menuduh Sassamon berkhianat memberikan rahasia suku mereka kepada para penjajah tersebut. Tiga kesatria Wampanoag dieksekusi atas kejahatan ini. Philip bereaksi dengan mengirimkan wanita dan anak-anak dari sukunya untuk tinggal bersama Indian Narragansett serta beraliansi dengan suku Nipmuck. Pada 24 June 1675, mereka menyerang perkampungan kolonial dan menyebabkan perang yang disebut King Philip’s War.

Pertempuran meluas sampa ke Plymouth dan wilayah koloni teluk Massachusetts, ke barat sampai Sungai Connecticut, dan ke utara sampai ke Vermont. Indian Amerika itu membunuhi laki-laki, wanita, dan anak-anak dalam penyerangan itu. The United Colonies of New England mengirimkan pasukan gabungan dalam perang yang menentukan tersebut, tetapi Philip memilih menghilang, menjebak, dan menyerang yang biasanya dipimpin sendiri dengan efektif. Namun, ia tak pernah berhasil membujuk suku Mohegan dan Indian Mohawk untuk bergabung dengannya.

Kaum penjajah kemudian mencoba strategi baru. pada 19 Desember 1675, gubernur Josiah Winslow dan 1,000 pasukannya menyerang perkampungan Narragansett, dan membunuhi 1,600 orang suku asli Amerika, dan menangkapi wanita dan anak-anak suku Wampanoag, dan menjual mereka sebagai budak ke West Indies dan Amerika Selatan. Mereka juga memusnahkan lading-ladang milik suku asli Amerika, membebaskan tahanan politik, dan memberikan hadiah bagi siapa saja suku Amerika yang mati dalam peperangan.

Philip melihat pasukannya terpukulm maka bersama beberapa pengikutnya yang setia ia berkelana dari suatu tempat ke tempat lainnya; sementara, istri dan anaknya tertangkap dan dijual dalam perbudakan. Di wilayah rawa-rawa dekat Mount Hope ia tertembak pada 12 Agustus 1676 oleh seorang suku asli Amerika yang bekerja untuk penjajah. Jasad Philip dipenggal dan dicerai-berai, dan kepalanya dipamerkan di Plymouth selama hampir 20 tahun.

Peperangan Philip mengakibatkan 12 kota pemukiman dihancurkan, ribuan orang yang mati, dan menimbulkan hutang sebesar 100,000 pondsterling. Kemenangannya secara umum merupakan hasil dari ketidak efektifan kolonial, tapi peperangan itu sesungguhnya merupakan akibat dari meningkatnya ketegangan soal pertanahan akibat dari pesatnya pertumbuhan koloni Inggris di Amerika.

Minggu, 01 Juni 2008

Norman Rockwell


Norman Percevel Rockwell (1894 1978) dikenang karena berbagai ilustrasinya yang menggambarkan kehidupan Amerika yang hangat yang selalu tampil sebagai sampul majalah the Saturday Evening Post selama puluhan tahun. Karya-karyanya tetap populer di kalangan kolektor, karena menjadi kenangan dan peneguh moral kebangsaan. english ]

Bila seseorang menyampaikan perumpamaan "kalau lihat Apple Pie, ingat Amerika" sebenarnya mereka bisa juga bilang “kalau ingat Amerika, ingat Norman Rockwell”. Rockwell melukis untuk sampul the Saturday Evening Post –sebuah majalah terbesar di jamannya—selama puluhan tahun. Dan menjadi bagian ketika ia mulai dikenal secara nasional. Visinya untuk menjadi kenangan dari sejarah dan penguasaannya atas detil membuat dirinya sangat polpuler. "Ia menciptakan mitos dan moral kebangsaan di mana orang bisa mengukur esensi kebajikan dirinya masing-masing," kata kritikus seni Arthur C. Danto kepada Allison Adato dari Life magazine. "Dan itu merupakan sesuatu yang luarbiasa." tambah Steven Spielberg kepada Adato, "karena ini akan terus tumbuh, sebab kita terus baca harian Post. Dia [Rockwell] melihat Amerika sebagai sesuatu yang membanggakan dan membangkitkan harga diri. Visi saya juga sama seperti visi dia, dan semua ini bisa dibilang karena disebabkan oleh dia."

Musim Panas di Pedesaan
Rockwell dilahirkan pada 3 February 1894, di New York City. Ayahnya seorang pegawai perusahaan tekstil, yang karirnya dimulai sebagai pesuruh dan kemudian menanjak menjadi manajer perwakilan New York. Kedua orang-tuanya sangat relijius dan si Rockwell kecil pun ikut paduan suara gereja. Ketika berusia 10 tahun ia pernah menghabiskan musim liburan mereka di pedesaan, tinggal di wilayah peternakan, yang terletak di pinggiran kota. Rockwell menulis dalam autobiografinya yang berjudul My Adventures as an illustrator, "Setiap musim liburan kami di pedesaan selalu penuh kenangan indah," dan ia menorehkan kesan mendalam itu dalam kumpulan lukisannya "semuanya terajut menjadi satu lukisan indah penuh kebahagiaan." Ia percaya bahwa semua kesan liburan musim panas itu "memberi andil yang berarti kepada banyak karya-karyaku di kemudian hari."

Rockwell menyukai melukis sejak usia kecil dan ia selalu bercita-cita menjadi seorang seniman. Pada tahun-tahun pertamanya di sekolah lanjutan, ia selalu mengikuti Kursus setiap Sabtu untuk bidang seni. Lalu di tahun yang sama ia memutuskan mengikuti kursus tersebut dua kali seminggu. Pada pertengahan semester tahun kedua, ia berhenti dari sekolah lanjutan tersebut dan langsung mengambil kuliah jurusan seni secara penuh.

Di Fakultas Seni ia memulai dari Kaki
Awalnya Rockwell mendaftar di National Academy School kemudian masuk ke Art Students League. Karena ia bersungguh-sungguh dan serius bila sedang berkarya, menurut autobiografinya, ia sering dipanggil sebagai "si Pastor" oleh teman-teman lain. Ketika semester awal di saat praktik melukis dengan menggunakan seorang model, ia memperoleh lokasi yang kurang menguntungkan untuk meletakkan kanvasnya. Model wanita yang menjadi objek bersandar menyemping dan Rockwell hanya bisa melihat kaki dan sisi sampingnya. Karena itu, hanya itulah yang bisa ia gambar di kanvas. Sebagaimana ditulis oleh penulisnya Donald Walton dalam biografi Rockwell, A Rockwell Portrait, "ia memulai karir melukisnya dari bawah ke atas."

Di kampus Art Students League, Rockwell mendapat dua pengajar yang sangat mempengaruhinya: George Bridgeman, dosen mata kuliah sket, dan Thomas Fogarty, dosen ilustrasi. Disamping keahlian mengajar mereka, tulis Walton, mereka sama-sama memiliki antusiasme yang sama dalam soal ilustrasi.

Semasa masih kuliah, Forgaty mengirim Rockwell kepada sebuah penerbit, dimana ia bisa memperoleh job membuatkan ilustrasi untuk buku anak-anak. Ia lalu mendapat penawaran dari majalah Boys' Life. Si editor menyukai karyanya kemudian menawarkan untuk membuatkan ilustrasi. Tak lama berselang akhirnya Rockwell menjadi art director untuk majalah tersebut. Semenjak itu ia secara rutin membuat berbagai ilustrasi untuk aneka majalah anak-anak lainnya. "Aku hampir tak pernah menemui banyak kesulitan setiap memulai segala sesuatunya," ujarnya dalam autobiografinya, "jenis karya yang kubuat sepertinya selalu pas dengan keinginan majalah-majalah itu."

Karya-karya yang Menunjang the Post
Pada bulan 1916, Rockwell berkunjung ke Philadelphia dalam rangka menemui George Horace Lorimer, editor majalah the Saturday Evening Post, untuk menunjukkan beberapa karya yang akan diajukan untuk menjadi sampul majalah itu. Ia memang selalu memimpikan karyanya dapat menjadi sampul majalah the Post. Maka dijembrenglah semua karya yang dibawanya ke hadapan Lorimer. Meskipun ia tidak membuat appointment terlebih dahulu, sang art editor keluar dan melihat karya-karyanya. Si art editor itu menerima dua karya Rockwell sebagai cover dan juga menyukai tiga buah sket untuk menjadi sampul edisi mendatang. Semua karya Rockwell laris manis; bukan saja mimpi menjadi kenyataan; tapi bahkan melampaui. Itu menjadi awal dari hubungan jangka panjangnya dengan the Saturday Evening Post.

Keberhasilannya di the Post membuat karya-karya Rockwell menarik minat majalah-majalah top lainnya dan ia mulai menawarkan karya-karyanya kepada majalah-majalah Life, Judge, dan Leslie’s. Pada tahun 1916 itu juga ia menikahi Irene O’ Connor, seorang dosen.

Pada 1917, sesaat setelah Amerika terjun dalam Perang Dunia I, Rockwel memutuskan masuk Marinir. Ia diminta menangani divisi penerbitan surat kabarnya, menurut Walton, dia dapat terus berkarya untuk the Post dan berbagai penerbitan lainnya. Ketika perang berakhir pada 1918, Rockwell segera berhenti dari marinir.

Menjadi Pelukis Cover Termashyur
Setelah perang usai, selain untuk majalah, Rockwell juga membuat ilustrasi untuk iklan. Ia membuat iklan diantaranya untuk minuman ringan jell-O, Willys cars, dan Orange Crush. Di tahun 1920 itu juga, ia ia diminta membuat ilustrasi untuk kalender the Boy Scout. Ia kemudian menjadi pembuat ilustrasi kalender yang paling populer selama lebih kurang 50 tahun. Semenjak tahun 1920-an RockwelI merupakan seniman majalah Post yang paling terkenal yang membuat penghasilannya meroket. Pada 1929 ia bercerai dari istrinya, Irene.

Pada 1930, Rockwell menikahi Mary Barstow. Setelah beberapa tahun mereka memperoleh tiga orang anak. Pada 1939, ia dan keluarganya membeli sebuah rumah seluas 600 meter di wilayah pertanian Arlington, Vermont. Pada 1941, Milwaukee Art Institute mensponsori Rockwell membuat pameran tunggal pertamanya di beberapa museum ternama.

Empat Kebebasan
Semenjak President Franklin Roosevelt memperkenalkan visinya tetang “Empat Esensi Kebebasan Manusia” kepada Kongres di tahun 1941, Rockwell segera memutuskan untuk membuat ilustrasi yang menggambarkan Empat Visi Kebebasan tersebut, tulis Maynard Good Stoddard di harian the Saturday Evening Post. Begitu Amerika terjun dalam Perang Dunia 2. Rockwell membuat empat ilustrasi tersebut selama 6 bulan pada tahun 1942. Serial ilustrasi “Empat Kebebasan"-nya dipublikasikan di majalah the Post pada tahun 1943. Ilustrasi tersebut diberi judul Freedom of Speech, Freedom of Wors¬hip, Freedom from Want, dan Freedom from Fear. Empat judul yang menjadi amat populer dan diminta cetak ulang oleh banyak penerbitan lainnya.

Kemudian pemerintah membeli ilustrasi aslinya untuk dicetak pada lembar saham pembiayaan perang. Sebagimana yang ditulis Ben Hibbs, editor the Post, dalam otobiografi Rockwell, “Karya tersebut telah dilihat oleh 1,222,000 orang di 16 kota dan menjadi alat untuk menjual saham perang senilai $132,992,539.” Kemudian, tahun 1943, studionya terbakar habis. Rockwell kehilangan banyak karya-karya aslinya, serta koleksi berbagai perangkat kerja lainnya. Keluarganya kemudian pindah ke West Arlington.

Karyanya Beragam
Selama bertahun-tahun Rockwell mengerjakan ilustrasi untuk berbagai proyek. Ia juga membuat perangko untuk perusahaan Pos negara. Ia membuat poster untuk Departmen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan, bahkan juga untuk film-film Hollywood. Ia juga membuat banyak kartu pos untuk Sears dan kartu ucapan untuk Hallmark, serta il¬ustrasi untuk cerita bergambar The Adventures of Tom Sawyer dan The Adventures of Huckleberry Finn.

Tahun 1953, Rockwell dan keluarganya pindah ke Stockbridge, Massachusetts. Pada musim panas 1959, istrinya Mary mendapat serangan jantung dan meninggal. Selama tahun I960an, Rockwell melukis potret berbagai tokoh politik, termasuk para calon presiden dan wakil presiden. Rata-rata mereka untuk dimuat di majalah Look. Tahun 1961, ia dianugerahi Doctor of Fine Arts dari University of Massachusetts. Di tahun yang sama ia menerima penghargaan khusus, tulis Walton. Ia menerima the Interfaith Award dari the National Conference of Christian and Jews untuk karya-karyanya yang dimuat sebagai sampul the Post yang melambangkan the Golden Rule. Di tahun 1961 itu juga, Rockwell kemudian menikahi pensiunan dosen bernama Molly Punderson.

Karya terakhir RockwelI untuk sampul majalah the Post dibuat pada Desember 1963. selama bertahun-tahun ia telah menghasilkan 317 karya sampul. Tiras majalah itu kemudian menyusut babarapa saat berselang dan manajemen yang baru memutuskan untuk berganti format baru. Setelah Rockwell berpisah dari majalah the Post, ia pun menerima tawaran lainnya, membuat ilustrasi berita untuk majalah the Look. Ia juga berkarya untuk majalah McCall’s.

Pilihan Publik
Tahun 1969 Rockwell selalu menjadi pusat perhatian di New York City. Kritikus seni amat sering melecehkan karya-karya Rockwell; selain menghinanya, mereka juga sering mencuekannya. Namun publik selalu menyukai karya-karyanya bahkan banyak yang membelinya meskipun rata-rata mereka harus merogoh kocek sampai $20,000. Thomas Buechner berkomentar di majalah Life, "Selama ini sangat sulit bagi dunia seni untuk merebut perhatian publik secara serius." Rockwell sendiri berkata kepada Walton, "Aku tak puas bila hanya mendapat ocehan kritikus, dan, coy, aku lebih puas tanpa itu semua."

Tahun 1975, di usia 81, Rockwell masih terus berkarya, mengerjakan Boys Scout ke 56-nya. Tahun 1976 kota Stockbridge merayakan Hari Norman Rockwell. Pada 8 November 1978, Rockwell wafat di rumahnya di Stockbridge.

Buechner mencatat bahwa karya Rockwell "telah direproduksi lebih banyak dibanding reproduksi karya Michelangelo, karya Rembrandt, dan karya Picasso meski digabung menjadi satu." Tahun 1993, sebuah museum yang dipersembahkan untuk Rockwell telah diresmikan di pinggiran kota Stockbridge. Direktur Museum itu Laurie Norton Moffatt membuat rangkuman karya seni Rockwell dalam dua volume, Landrum Bolling dari the Saturday Evening Post, menulis dan membuat daftar 4,000 karya Rockwell. Walton juga menulis bahwa sepanjang hidupnya, Rockwell mengikuti motto: " Pokoke jangan neko-neko mas; pokoke kerja aja.. kerja.."


referensi:
Norman Rockwell Museum 
Blog Four Freedom